Kamis, 07 April 2011

Mengambil pelajaran dari kesalahan


Berbuat salah adalah tabi'at manusia. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
"Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang banyak berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertaubat." (Hasan, HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad dari jalan Anas radhiyallaahu 'anhu. Shahihul Jami' no. 4515).
Sedemikian lekatnya tabi'at ini pada watak manusia, sampai-sampai beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ الله بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ الله فَيَغْفِرُ لَهُمْ
"Demi (Allah) Yang jiwaku ada di TanganNya, sekiranya kamu tidak pernah melakukan dosa pasti Allah akan melenyapkanmu dan Allah akan mendatangkan satu kaum yang melakukan dosa lalu mereka beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah, lalu Allah pun mengampuni mereka." (Shahih, HR. Muslim 4936 dari jalan Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu).


Ukhti fillaah, dalam kehidupan ini kadang kita tergelincir, bahkan tak jarang pula kita terjatuh ke dalam kesalahan. Maka janganlah anti berjiwa lemah. Berputus asa dari rahmat Allah. Lalu tidak melakukan sesuatu apapun untuk memperbaikinya.

Lebih buruk dari itu, orang yang memiliki pandangan hidup "kepalang basah". Dia menganggap, karena kesalahan itu sudah menjadi bagian taqdir Allah untuknya, "Lalu untuk apa pula harus diperbaiki?", pikirnya. SubhaanaLlaah. Berhujjah dengan taqdir untuk melegitimasi kesalahan yang dilakukan adalah perilaku iblis yang dikutuk Allah Ta'ala. Pantaskah selaku mu-min kita mengikutinya ?

Bahkan, ya ukhti fillaah. Seorang mu-min mestilah menjadi orang yang senantiasa bertambah bijak dan terus bertambah bijak, setelah ia tergelincir dari kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan. Mengapa demikian ? Karena ia mampu mengubah kesalahan-kesalahan itu menjadi mutiara-mutiara ber harga yang memperkaya dan memperindah istana jiwanya. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
"Orang mu-min tidak akan tersengat (binatang berbisa) dua kali dari satu lubang (yang sama)". (Shahih, HR. Al-Bukhori 5668 dan Muslim 5317).

AnNawawi menjelaskan : makna hadits ini, bahwa mu-min yang terpuji adalah yang cerdas serta selalu waspada, tidak lengah. Mu'awiyah mengatakan : "Tidak ada orang yang bijak kecuali orang yang punya pengalaman hidup".

Memang benar, pengalaman - termasuk juga kesalahan - dapat membuat seseorang menjadi bertambah bijak.

Dijelaskan dalam kitab Fat-hulBaari bahwa betapa banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan, di antaranya :

1.      Kita dapat semakin bersikap hati-hati. Tempat dan waktu serta situasi dan kondisi yang telah menyebabkan kita terseret ke dalam arus kesalahan di masa lalu terekam kuat di dalam memori kita. Sehingga pada saat kita berada dalam situasi dan kondisi sejenis, kita bisa lebih bertindak preventif dan mawas diri.
2.      Semakin terhiasi hati kita ini dengan akhlaq malu. Bukankah malu itu bagian dari iman ? Malu adalah pintu menuju taubatan nasuha
3.      Kita dapat bersikap lembut kepada orang yang berbuat salah, memaafkannya serta menutupi aibnya. Karena kita sadar bahwa kita pun tidak dapat lepas dari berbuat kesalahan.
4.      Kita bisa menjadi lebih matang dalam mengetahui sisi manfaat dan madhorot dari perkara-perkara tersebut. Sehingga kita dapat bertindak di atas dasar hikmah, bukan di atas dasar emosi sesaat saja. (Disarikan dari Fat-hul Baari juz 10 hal. 546 dengan penyesuaian.)

Alangkah indahnya jika kita mampu menerapkan cara pandang positif ini pada saat kita berbuat salah, dan juga pada saat kita melihat suami/istri dan anak-anak kita melakukan kesalahan. Semoga makin bertam bah hitungan usia, semakin tambah bijak pula pikiran dan tindakan kita.
 Abu Muhammad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar